Bagi kamu yang mengikuti berita akhir-akhir ini, pasti nggak asing
dengan insiden pembubaran sholat ied dan pembakaran masjid di Papua. Insiden
yang menginjak-injak citra Indonesia sebagai Negara yang (katanya) menjunjung
tinggi HAM dan toleransi. Faktanya, HAM di Indonesia hanya tajam jika berkenaan
dengan umat Islam. Ketika umat Islam Indonesia di perlakukan semena-mena, para
pegiat HAM bagaikan hilang ditelan jamban. Hei para pegiat HAM yang suka
koar-koar, dimana kalian? Keluarlah, jangan malu-maluin. Lebih baik jualan
sempak sajalah kalian.
Gw nggak akan
mencoba menghubung-hubungkan insiden ini dengan teori konspirasi wahyudi. Tapi
alangkah gobloknya gw sebagai orang muslim hanya diam melihat saudara-saudara
gw didzalimi. Minimal dengan tulisan ini gw menunjukkan keberatan gw terhadap
apa yang terjadi di Papua. Nabi SAW bersabda bahwa umat Islam seperti satu
tubuh, ketika salah satu bagian sakit maka seluruh tubuh akan merasakan
sakitnya.
Dalam kaidah
fiqih, orang kafir yang melakukan perusakan masjid di Papua dapat digolongkan
sebagai kafir harbi yaitu orang kafir yang memusuhi kaum muslimin. Halal
darahnya. Disaat pemerintah koar-koar meneriakkan umat muslim sebagai mayoritas
harus bertoleransi kepada agama lain, (hormati yang tidak puasa, ngaji jangan
pake speaker) disaat itu pula mereka lupa terhadap kondisi umat Islam Indonesia
di beberapa tempat yang justru tak terlindung oleh dalil toleransi. Gue nggak
bisa bayangin jika dalam kasus ini pemerintah mengeluarkan statement toleransi
lagi kepada umat Islam.
Bagaimana
perasaan kamu jika saat khusyuk beribadah tiba-tiba dilempari batu kemudian
tempat ibadahmu dibakar. Dalam kasus semacam ini, bahkan Allah pun ikut
memberikan statement:
Dan
siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu
tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada
Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang
berat. (QS.2 : 114)
Sebelum
terjadinya insiden ini dari pihak GIDI (Gereja Injili Di Indonesia) sebagai
pihak yang melakukan penyerangan menerbitkan surat edaran yang isinya adalah
pelarangan terhadap kegiatan Lebaran (Sholat Ied) di wilayah Kabupaten Tolikara
dan melarang muslimah untuk memakai hijab. Beginilah wujud surat tersebut.
Surat yang sangat kampretibel ini menjadi penyulut aksi anarkis
yang terjadi di Tolikara Papua. Atas dasar apa mereka melarang hal-hal yang sudah
disyariatkan oleh agama lain. Selain itu, aksi anarkis yang mereka tunjukkan dengan membakar masjid dan melempar batu kepada jamaah muslimin saat sholat adalah memalukan dan jauh dari nilai yang diajarkan agama manapun.
Pemerintahpun
dalam hal ini tak bisa diharapkan. Dengan santainya mereka berkata jangan
terpancing. Hei pak! Siapa suruh mereka memancing. Anda punya otak dan hati,
silahkan gunakan untuk berpikir kepada siapa kalimat itu harusnya ditujukan. Dipandang
dari sudut pandang konflik agama maupun konflik
sosial, tetaplah insiden ini adalah pelanggaran yang serius dan harus di
usut tuntas.
Sangat miris melihat Negara yang
mayoritas Islam tetapi tidak sensitif dengan permasalahan umat Islam. Setelah
dengan sombongnya pemerintah menolak untuk menolong saudara kita dari
rohingnya, kini kita dihadapkan dengan permasalahan ini. Mungkin inilah sebab
kenapa Negara Indonesia tak pernah lepas dari musibah bencana dan permasalahan
lainnya. Untuk pemerintah sebaiknya mulai meninggalkan gaya pemerintahan penuh
pencitraan dan mulai melakukan aksi nyata untuk menyelesaikan krisis ini.
Bantulah saudaramu, walaupun hanya dengan doa. Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment